Suatu hari ketika saya sedang berziarah ke Makam Imam Jalaluddin as-Suyuthi, salah satu dari dua ulama yang menulis Tafsir al-Jalalain, yang berada di kawasan Sayyidah Aisyah, tiba-tiba datang ‘ammu Mahmud, seorang tukang gali kubur di kawasan tersebut. ‘Ammu Mahmud,
adalah guru sekaligus kawan lama saya yang tinggal di sebuah gubuk
kumuh di tengah-tengah kuburan kawasan Sayyidah Aisyah. Saya mengenalnya
ketika saat itu saya meminta ijin untuk ikut melihat secara langsung
bagaimana proses penguburan yang biasa dilakukan di Mesir.
Begitu mendekat, ‘Ammu Mahmud langsung mengajak saya menghampiri sebuah bangunan pemakaman. Sambil menunjuk salah satu dharih,
bangunan kuburan yang ditinggikan dan diberi atap, ia menuturkan bahwa
kurang lebih setengah jam yang lalu ia baru saja menguburkan seorang
konglemerat Mesir. Menurutnya, konglomerat tersebut memiliki sejumlah
vila dan apartemen yang tersebar hampir di seluruh propinsi Mesir,
Libia, dan bahkan juga di Inggris.
Setelah lama bertutur, Ammu Mahmud lalu berkata: “Saudaraku, perhatikanlah dan renungkanlah. Dunia ini tidak lebih dari sebuah tipu daya yang memperdaya.
Orang-orang berebut dan berlomba menumpuk kekayaan sehingga lupa
kewajiban. Bahkan boleh jadi ia lupa bahwa suatu saat ia akan
dikuburkan. Ketika sudah dikuburkan, semua manusia, baik kaya maupun
miskin, sama saja; ia dikubur di atas tanah dan dibungkus dengan kain
kafan berwarna putih. Harta yang diusahakannya dengan susah payah, kini
menjadi bahan rebutan keluarganya. Isteri yang dicintainya, boleh jadi
sebentar lagi akan dinikahi laki-laki lain. Maka, hati-hatilah dengan
dunia ini. Jangan sampai kamu terperdaya karenanya.
Apabila kelak kamu mencari harta, jangan lupa kewajiban kepada yang Maha Kuasa.
Apabila kelak menjadi seorang pejabat, jangan pernah lupa kepentingan
rakyat. Apabila kelak menjadi seorang ulama, jangan lupa orang-orang
melarat. Karena yang justru akan menyelamatkan kamu bukan kedudukan,
jabatan akan tetapi kebaikan dan kepedulian kepada orang lemah; yang
menyelamatkan kamu bukan tabungan yang numpuk di bank, akan tetapi uang
recehan yang kamu berikan kepada orang-orang yang membutuhkan”.
Subhanallah, nasihat ‘ammu Mahmud sederhana tapi sarat dengan makna. Meski sekedar tukang gali kubur, namun kata-katanya penuh hikmah. ‘Ammu Mahmud mengingatkan kita akan sebuah persolan yang seringkali dilupakan. Ya,
persolan hidup di dunia ini. Dunia dengan hingar bingarnya, seringkali
melupakan tujuan dan kewajiban utama kita. Keelokan dunia seringkali
melupakan bahwa dunia ini sekedar per’singgah’an semata. Layaknya sebuah
per’singgah’an, tentu tidak akan lama.
Perhatikan dengan seksama
berapa lama umumnya manusia ‘singgah’ di dunia ini. Ambil saja standar
umum, bahwa umumnya masa ‘singgah’ di dunia ini hanya enam puluh lima
tahun saja. Apabila kini usia kita sudah 55 tahun, ini artinya, masa
‘singgah’ yang masih tersisa tinggal sepuluh tahun lagi. Setelah itu,
kita semua akan pindah ke alam lain, alam kubur dan alam akhirat.
Ingatlah kawan, dunia ini adalah ladang tempat bercocok tanam. Bekal kita kelak di kehidupan akhirat sangat tergantung kepada tanaman apa yang kita tanam di ladang dunia ini. Apabila ‘tanaman kebaikan dan amal shaleh’ yang kita tanam, tentu kebahagiaan dan surga yang akan kita dapatkan. Namun, apabila tanaman kejahatan dan dosa yang kita tanam, tentu kita akan menuai sengsara dan neraka.
Maka pergunakanlah ladang ini sebaik mungkin, karena kita tidak akan
pernah mendapatkan ladang lain selain ladang dunia. Bila masa ‘singgah’
di dunia ini telah habis, maka ladang itu pun juga turut habis, yang
tersisa adalah menikmati hasil dari tanaman yang ditanam di ladang
dunia.
Hati-hatilah dengan dunia.
Dunia itu ibarat bayang-bayang manusia. Apabila dicari dan ditangkap, ia
akan lari, namun apabila dibiarkan ia akan mengikuti. Berlakulah
sewajarnya. Jangan sampai demi dunia, kita melanggar aturan dan
ketentuan Allah swt.
Dunia hanyalah perantara bukan tujuan. Tujuan kita adalah kehidupan di akhirat kelak. Hati-hati, jangan sampai seperti yang difirmankan oleh Allah berikut ini:
“Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui” ( at-Takatsur: 1-4 ).
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa
yang menjadikan dunia sebagai tujuan dan sasarannya, Allah akan
menceraiberaikan seluruh urusannya, serta menjadikan kefakiran berada di
depan matanya, dan Allah tidak akan memberikan kepadanya dari dunia ini
melainkan apa yang telah ditentukannya saja. Namun, barangsiapa yang
menjadikan akhirat sebagai tujuan dan sasarannya, maka Allah akan
memudahkan segala urusannya, memberikan kekayaan di hatinya serta Allah
akan melimpahkan dunianya dari jalan yang tidak disangka-sangka“ (HR.Turmudzi dan Ibn Majah).
Mari kita merenung sejenak. Perhatikan orang-orang kaya yang telah meninggal dunia. Apa yang tersisa?
Apakah kekayaannya yang melimpah ikut menyertainya? Apakah mobilnya
yang mewah ikut menemaninya? Apakah tabunganya yang menumpuk, ikut
bersamanya? Apakah isteri yang dicintainya turut di sampingnya? Tidak.
Sekali lagi tidak. Harta yang diusahakannya dengan susah payah dan jerih
payah tidak ada yang dibawanya sedikitpun.
Yang menyertainya abadi hanyalah amal perbuatannya sewaktu di dunia. Yang membuatnya ‘tersenyum’ hanyalah uang fakkah
(recehan) yang sempat diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Yang menolongnya, hanyalah shalat yang dilakukannya tengah malam. Yang
menolongnya, hanyalah kepedulian dan perhatiannya kepada orang-orang
lemah yang sangat membutuhkan bantuan. Sementara tabungannya yang numpuk
di bank, hanyalah menjadi tontonan dan pajangan. Mobilnya yang mewah
hanyalah menjadi hiasan. Kekayaannya yang melimpah ruah hanyalah menjadi
bahan rebutan dan perselisihan.
Maka, berbahagialah mereka
yang memperbanyak amal shaleh dan kebaikan dan celakalah mereka yang
menanam kejahatan. Rasulullah saw bersabda:
“Yang
mengikuti mayyit sampai ke kubur itu ada tiga; dua kembali lagi ke
dunia, sedangkan yang satu lagi ikut menemani di dalam kubur. Dua hal
yang kembali lagi ke dunia adalah harta dan keluarganya, sedangkan yang
akan setia menemaninya hanyalah amal perbuatannya“ (HR. Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda: “Keturunan
Adam akan berkata: “Hartaku, hartaku!!. Lalu dikatakan kepadanya:
“Harta yang kamu miliki hanyalah apa yang kamu makan sehingga habis, apa
yang kamu pakai sehingga musnah dan apa yang kamu sedekahkan sehingga
berlalu. Sementara selebihnya, akan hilang, raib, ditinggalkan untuk
manusia yang lain” (HR. Muslim).
Dalam kitab al-Mustathraf dituturkan sebuah kisah, bahwa suatu hari Nabiyulllah
Daud as mengadakan perjalanan di antara bukit-bukit terjal. Tiba-tiba
beliau melewati sebuah gua yang di dalamnya tergeletak mayat seorang
laki-laki bertubuh besar dan berperawakan tegap.
Di dekat kepalanya ada
sebuah batu lebar yang bertuliskan: “Saya adalah Raja Dausam. Saya
menjadi raja selama seribu tahun. Saya juga telah menaklukkan seribu
kota. Saya juga telah membunuh seribu tentara. Saya juga telah menggauli
seribu gadis putri-putri raja, lalu kondisi saya kini seperti yang kamu
lihat sekarang; tanahlah yang menjadi kasur saya, batu yang menjadi
bantal saya. Siapapun yang melihat saya, maka jangan sampai tertipu oleh
dunia sebagaimana dunia telah menipu saya”.
Dalam sebuah hadits
juga dikatakan, suatu hari Rasulullah saw berkata kepada Abu Hurairah:
“Maukah saya tunjukkan kepada kamu dunia beserta seluruh isinya?” Saya
(Abu Hurairah) menjawab: “Mau, ya Rasulullah”. Rasulullah saw
lalu membawa saya mengunjungi sebuah lembah. Tidak jauh dari lembah
tersebut ada sebuah tempat pembuangan sampah yang di dalamnya terdapat
tengkorak kepala manusia, kotoran manusia, kain basah dan tulang
belulang yang sudah tidak ada dagingnya.
Rasulullah saw lalu
bersabda: “Wahai Abu Hurairah, tengkorak-tengkorak kepala ini adalah
sumber ketamakan dan keserakahan manusia. Suatu saat kepala-kepala
tersebut akan seperti sekarang ini, tidak ada dagingnya juga tidak ada
kulitnya sedikitpun. Ia akan menjadi sebuah tengkorak yang hancur luluh.
Sementara tahi-tahi ini adalah gambaran dari apa yang telah kamu makan
dan apa yang kamu usahakan selama di dunia. Semuanya akan menjadi
seperti yang kamu lihat ini. Kain basah itu adalah pakaian-pakaian yang
dahulu kala oleh manusia seringkali dipamer-pamerkan dan
diagung-agungkan. Sedangkan tulang-tulang itu adalah tulang-tulang
kendaraan kamu yang biasa kamu pergunakan untuk berkeliling mengelilingi
kota-kota. Itulah dunia, maka janganlah kamu terperdaya dibuatnya”.
Hadits-hadits di atas
mengingatkan kita akan perlunya berhati-hati dengan dunia. Mencari dunia
tentu dianjurkan bahkan diharuskan. Namun, jangan lupa, luruskan niat
dan tujuannya. Mencari dunia bukan untuk dunia, tapi untuk bekal kelak di akhirat.
Agar apa yang diusahakan di dunia ini menjadi bekal kelak di akhirat,
maka pergunakanlah sebaik mungkin. Pergunakan dan belanjakanlah sesuai
dengan petunjuk dan titah Allah swt., bukan berdasarkan hawa nafsu
manusia. Ingatlah, perkataan si tukang gali kubur di atas:
“Karena
yang justru akan menyelamatkan kamu bukan kedudukan, jabatan, akan
tetapi kebaikan dan kepedulian kepada orang lemah; yang menyelamatkan
kamu bukan tabungan yang numpuk di bank, akan tetapi uang recehan yang
kamu berikan kepada orang-orang yang membutuhkan “.
wallahu ‘alam bis shawab.
No comments:
Post a Comment